Ditengarai Ada Oknum Parpol Potong BOP
Temuan ICW, Dugaan Penyelewengan Dana Bantuan Pendidikan Libatkan Pesantren Fiktif
antaranusa123 Kamis, 02 Juni 2022 23:14 WIB
JAKARTA - Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, mencecar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau yang akrab disapa Gus Yaqut, terkait temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) soal dugaan penyelewengan Dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) pesantren.
"Pengelolaan anggaran dan program di Kementerian Agama Republik Indonesia yang mendapat sorotan publik hari ini tentang banyak hal, Pak Menteri, di antaranya BOP dan BOS. Untuk BOP pesantren, ditemukan banyak penyimpangan yang dilakukan oleh berbagai oknum," kata Yandri saat membuka rapat kerja di ruang rapat Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Kamis (2/6/2022).
Yandri menjelaskan penyimpangan BOP itu di antaranya yakni adanya pesantren fiktif dan hal tersebut banyak terjadi.
"Tidak banyak pesantren tapi tetap mendapatkan bantuan ini karena kadang-kadang berdasarkan kertas saja alias fiktif, Pak Menteri," lanjut Yandri.
Dia menyebut bahwa ada kejanggalan, di mana pesantren yang tak memiliki gedung tetapi tertera secara tertulis dapat bantuan, begitu juga sebaliknya.
"Ini perlu kita perhatikan secara serius," tambahnya.
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengaku menemukan ada oknum partai politik yang memotong dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) untuk pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Labuhanbatu dan Padang Lawas, Sumatera Utara.
Diketahui, selama pandemi Covid-19, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan kebijakan program BOP untuk ponpes.
"Disinyalir ada orang yang mengaku dari partai tertentu yang melakukan pemotongan sebesar 30 persen dengan dalih sebagai sumbangan untuk pembangunan masjid," kata Koordinator Divisi Hukum ICW Lalola Ester dalam keterangannya, Jumat (27/5/2022). ICW baru saja mengeluarkan laporan hasil pemantauan Bantuan Operasional Pesantren Kementerian Agama RI.
Lalola mengungkapkan, oknum partai ini dibantu oleh tim sukses Pileg 2019 untuk mengkoordinir beberapa pondok pesantren di Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Padang Lawas.
"Berdasarkan penjelasan informan didapatkan informasi bahwa oknum tersebut memang sudah sering mengkoordinir hibah bantuan pondok pesantren," katanya.
Selain itu, kasus pemotongan dana BOP pun ditemukan di wilayah Sumut lainnya, yakni di pondok pesantren yang beralamat di Desa Mesjid Lama Talawi Batu Bara yang mengaku dikenakan pemotongan sebesar Rp10 juta.
Lalola mengatakan, temuan mengenai adanya potongan biaya yang dikenakan kepada pondok pesantren terjadi hampir di seluruh wilayah pemantauan. Besaran potongan maupun modusnya pun beragam.
"Misalnya di Provinsi Aceh, potongan ada yang dikenakan sebesar Rp1 juta saja, dan pihak pengurus mengaku hanya sebagai ucapan terima kasih karena membantu, hingga ada yang dikenakan potongan sebesar 50 persen dari nilai bantuan yang didapat," katanya.
Menurut informasi yang dihimpun di lapangan, ungkap Lalola, kebanyakan sudah terjadi kesepakatan atau perjanjian antara pihak ketiga dengan pengurus pondok pesantren.
"Potongan sebesar Rp1 juta dialami salah satu pondok pesantren yang terletak di Kabupaten Bireuen, Aceh, dimana mereka mendapat nilai bantuan sebesar Rp40 juta, namun sebesar Rp1 juta diakui oleh pihak pimpinan pondok pesantren sebagai bentuk terima kasih kepada pihak yang telah membantu pencairan dana BOP Pesantren," ujar Lalola.
Sedangkan potongan sebesar 50 persen dialami oleh tiga pondok pesantren di Kecamatan Tanah Luas Kabupaten Aceh Utara, Desa Paya, dan Desa Matang. Ketiganya mengalami pemotongan yang dilakukan oleh pihak yang mengaku sebagai fasilitator.
"Fasilitator ini memberi informasi mengenai program BOP kepada pihak pesantren yang kemudian memperkenalkan mereka kepada kepada oknum mahasiswa yang akan mengurus proses pencairan dana BOP," tutur Lalola.
Kata Lalola, modus pemotongan dilakukan dengan melakukan kesepakatan terlebih dahulu dengan pihak pesantren bahwa bantuan ini akan dikenakan potongan sebesar 50 persen.
Setelah perjanjian disepakati para oknum dan pihak pesantren mendatangi bank untuk mencairkan dana BOP, kemudian potongan sebesar 50 persen diberikan kepada oknum tersebut.
Lalola menjelaskan, pihak ketiga diketahui tidak hanya membantu mengurus pencairan dana bantuan BOP, tetapi juga membantu proses laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOP.
"Artinya ada kemungkinan laporan penggunaan dana BOP yang disampaikan pondok pesantren merupakan laporan fiktif karena ada penggunaan dana yang tidak sesuai dengan aturan Juknis, yaitu mengenai peruntukan penggunaan dana BOP," jelasnya.
Selain itu, di Jawa Timur, lanjut Lalola, berdasarkan dokumen dan informasi yang didapatkan melalui proses wawancara, didapati ada praktek pemotongan dana BOP yang diberikan kepada lima lembaga pendidikan keagamaan islam di Kabupaten Pamekasan.
Misalnya di salah satu lembaga pendidikan keagamaan di daerah tersebut, berdasarkan observasi lapangan, terdapat praktek dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai staf Dirjen Kemenag.
"Modusnya adalah meminta data-data berupa informasi soal lembaga pendidikan tersebut untuk keperluan administrasi pencairan bantuan. Namun, dana BOP yang seharusnya menjadi hak mereka, ternyata telah dicairkan oleh pihak lain," katanya.
"Setelah narasumber mencoba untuk mengurus dan mengembalikan hak lembaganya, menurut informasi dana bantuan dapat dicairkan akan tetapi dipotong 30 persen," imbuhnya.
Selain itu, pemotongan dan rekayasa dokumen juga terjadi di daerah Tlanakan yang dilakukan seorang yang mengaku sebagai perwakilan dari partai politik tertentu.
Modusnya adalah mengumpulkan sejumlah nama musala untuk diajukan ke Kemenag pusat terkait dana bantuan Covid-19.
"Semua persyaratan dikerjakan oleh orang tersebut, mulai dari pembuatan rekening, pengajuan izin operasional lembaga ke Kemenag Kabupaten Pamekasan. Pihak penerima hanya tinggal menunggu waktunya pencairan," sebut Lalola.
Ketika sudah pencairan, lanjut Lalola, pengurus pesantren dibebankan tarif imbalan antara Rp1 juta hingga Rp4 juta untuk masing-masing lembaga.
"Kemudian dana BOP untuk pondok pesantren daerah Larangan dipotong sebesar 30 persen. Pelaku pemotongan mengaku sebagai staf ahli DPR," katanya.
Lalola mengatakan, praktek pemotongan juga terjadi pada saat melakukan penelusuran lapangan, diketahui di Provinsi Jawa Tengah.
Praktek tersebut ditemukan di Kabupaten Pekalongan oleh Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah setempat.
"Pengelola lembaga pendidikan di Desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan, Mustajirin, kepada media massa menyatakan, dana BOP yang dia cairkan sebesar Rp10 juta dipotong sebesar Rp3 juta oleh koordinator kecamatan. Bantuan itu dicairkan pada tahap I Juli 2020 lalu," katanya.
Kata Lalola, kasus tersebut sudah ditangani pihak Kejaksaan Negeri Kajen.
Namun, kejaksaan hanya mendapati pemotongan oleh Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Kabupaten Pekalongan sebesar Rp500 ribu.
"Dengan demikian, bukan tidak mungkin potongan uang itu dibagi secara berjenjang mulai dari pengurus FKDT tingkat desa, kecamatan, hingga kabupaten," kata dia dikutip dari laman cakaplah.com.
Kemenag diketahui mengalokasikan dana Rp2,599 triliun dalam bentuk BOP yang ditujukan kepada 21.173 pesantren, 62.154 Madrasah Diniyah Takmiliyah, 112.008 lembaga pendidikan Alquran, dan 14.115 unit lembaga keagamaan islam.
Jumlah bantuan yang diterima masing-masing pesantren sesuai dengan kategori, yakni kategori kecil (jumlah santri 50-500 orang) mendapat Rp25 juta, kategori sedang (jumlah santri 500-1.500 orang) mendapat Rp40 juta, dan kategori besar (lebih dari 1.500 orang) mendapat Rp50 juta.***