Selasa, 17 Sep 2024
  • Home
  • Nasional
  • Karir Politik Jokowi Dinilai Bakal Meredup Usai Tak Lagi jadi Presiden

Karir Politik Jokowi Dinilai Bakal Meredup Usai Tak Lagi jadi Presiden

Administrator Kamis, 22 Februari 2024 12:53 WIB

POLITIK, - Guru Besar Ilmu Politik Ohio State University, R. William Liddle, menilai karir politik Joko Widodo akan meredup usai tak lagi menjadi presiden. Hal itu berlawanan dengan posisi Jokowi saat ini yang dinilai menjadi salah satu pemain utama politik Tanah Air terutama pada saat pemilu. 

Menurut William, turunnya pamor Jokowi terjadi lantaran ia bukan pemimpin partai politik dan tak punya keterikatan kuat dengan partai. "Partai politik sangat penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Pemimpin partai politik ini yang berdampak besar dalam isu-isu parlementer. Jokowi tidak akan mendapat apa-apa," kata  Liddle dalam diskusi virtual yang diadakan Southeast Asia Program Stanford University bertajuk Indonesia's Landmark Election: What Happened, Why, and What's Next, Rabu (21/2).

Saat ini Jokowi masih berstatus sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Namun ia tak memegang jabatan strategis di PDIP.

Sebelumnya Jokowi disebut menyiapkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) bila nanti sudah tidak menjadi presiden. Hanya saja  rencana itu sulit diwujudkan lantaran partai yang diketuai putranya Kaesang Pangareb itu diprediksi tak lolos ke Dewan Perwakilan Rakyat lantaran tak memenuhi perolehan suara minimal 4%. 

Alasan lain menurut Liddle adalah lantaran posisi wakil presiden yang ditempati Gibran bukanlah jabatan strategis di pemerintahan. Karena itu ia menyebut pada masa pemerintahan Prabowo nanti, Jokowi belum tentu akan memainkan posisi kunci. 

Ia menilai selama ini Jokowi lebih banyak dipandang lantaran memiliki kinerja baik di bidang ekonomi dan pembangunan. Di sisi lain ia tidak memiliki magnet kuat di bidang politik.  

"Dalam waktu yang sama, di akhir periode kepemimpinannya, kinerja politiknya malah negatif," kata Liddle.

Kinerja negatif ini ditunjukkan dengan penurunan demokrasi di Tanah Air. Ben mencontohkan bagaimana Jokowi membantu kemenangan Prabowo dengan cara yang ia sebut ilegal, masif, dan terstruktur. 

Langkah ini juga diperkuat dengan adanya film Dirty Vote yang dikeluarkan para ahli hukum tata negara per 11 Februari. Selain itu, Ben menyebut mobilisasi polisi, tentara, hingga pemerintah daerah yang memenangkan Prabowo. 

Peneliti Departemen Politik dan Sosial Australian National University, Sana Jaffrey menyoroti adanya kecurangan selama pemilu berlangsung. Mulai dari Presiden dan para menteri yang ikut berkampanye untuk pasangan calon nomor urut dua, Prabowo-Gibran. Hal ini biasa terjadi di Amerika, namun tidak pernah terjadi di Indonesia selama 25 tahun dipimpin presiden. 

Sana juga menyorot adanya penipuan di Pemilu sendiri. Ini terlihat dari kemungkinan penghitungan suara diubah secara fisik atau salah hitung secara disengaja. Perhitungan ini pada ujungnya mengarah pada Prabowo-Gibran.

Saat ini pemilu telah memasuki tahapan penghitungan suara. Komisi Pemilihan Umum mengatakan hasil akhir pemilu berdasarkan perhitungan resmi akan diumumkan paling lama 20 Maret 2024. Meski begitu berdasarkan sejumlah hasil hitung cepat atau quick count, pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka unggul dengan 58 % suara. 

Hasil quick count ini tak jauh beda dengan hasil perhitungan KPU. Berdasarkan 70% data suara TPS yang telah masuk di sistem KPU pasangan Prabowo - Gibran unggul dengan 57% suara. sc:katadata/**
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments