Setara Institute Sebut Anggota TNI Bisa Diproses di Peradilan Umum, Sesalkan KPK Memilih Tunduk
Administrator Sabtu, 29 Juli 2023 14:08 WIB
NASIONAL, - Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menyesalkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memilih tunduk kepada TNI ihwal kasus dugaan suap proyek di Basarnas. Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Namun, KPK meralat penetapan tersangka tak lama usai TNI menyatakan keberatannya. Menurut Hendardi, keberatan TNI itu mestinya tidak dilakukan dalam bentuk intimidasi institusi.
"Dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang terus digunakan TNI untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum," kata Hendardi dalam keterangannya, Sabtu, 29 Juli 2023.
Dia menjelaskan, Undang-Undang TNI pasal 65 ayat 2 menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanya untuk jenis tindak pidana militer. Sementara untuk tindak pidana umum, anggota TNI mesti tunduk pada peradilan umum.
Pun pada Undang-Undang KPK pasal 42 menyebutkan KPK berwenang melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik yang tunduk pada peradilan umum maupun militer. Oleh sebab itu, menurut Hendardi, mestinya KPK tidak menganulir penetapan tersangka tersebut.
Hendardi mengatakan norma dalam Undang-Undang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum. Sebab, UU TNI dan UU KPK sudah menegaskan sebaliknya. Artinya, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka mesti tunduk pada peradilan umum. "Ketidaksamaan di muka hukum dan privilege hukum bagi anggota TNI harus diakhiri. Presiden dan DPR selama ini terus gagal atau digagalkan untuk menuntaskan reformasi UU Peradilan Militer," kata dia.
Kala menganulir keputusan penetapan tersangka, KPK turut melontarkan permintaan maaf kepada publik serta menyebut ada kekhilafan oleh penyidik. Hendardi menilai momen itu adalah puncak kelemahan KPK dalam menjaga dan menjalankan fungsinya secara independen. "KPK memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di muka hukum sebagaimana amanat konstitusi," kata Hendardi.
Momen tersebut dianggap Hendardi turut menunjukkan supremasi TNI yang masih sangat kokoh. Pasalnya, kendati tertangkap tangan melakukan tipikor, korps TNI pasti akan membela dan KPK melepaskannya. "Peragaan ketidakadilan dalam penegakan hukum ini harus diakhiri. Presiden dan DPR tidak bisa membiarkan konflik norma dalam berbagai UU di atas terus menjadi instrumen ketidakadilan yang melembaga," kata Hendardi.
Sebelumnya, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas pada Rabu, 26 Juli 2023. Selain Henri, KPK juga menetapkan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus yang sama.
Pada Jumat, 28 Juli 2023, KPK meminta maaf atas penetapan dua orang anggota TNI aktif dalam kasus suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Mereka mengaku khilaf. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengakui anak buahnya melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kami yang tangani, bukan KPK," kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Jumat 28 Juli 2023. sc:tempo