Sabtu, 23 Nov 2024
  • Home
  • business
  • Soal Pencemaran Limbah B3 Chevron di Blok Rokan, Ahli Lingkungan: Korporasi Mesti Bertanggung Jawab, Negara Harus Hadir!

Soal Pencemaran Limbah B3 Chevron di Blok Rokan, Ahli Lingkungan: Korporasi Mesti Bertanggung Jawab, Negara Harus Hadir!

antaranusa123 Rabu, 01 Juni 2022 21:43 WIB

Ahli lingkungan Dr Elviriadi saat disumpah memberi pendapat ahli dalam perkara gugatan lingkungan hidup yang didaf

PEKANBARU- Ahli lingkungan hidup dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, Dr Elviriadi menegaskan tanggungjawab pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat pencemaran, merupakan kewajiban pelaku yang melakukan pencemaran.

       "Setiap yang mencemari harus memulihkan, harus membayar biaya pemulihan. Harus menghentikan pencemaran," kata Elviriadi dalam persidangan gugatan lingkungan hidup yang diajukan Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI), Selasa (31/5/2022) di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

        Melansir sabangmeraukenews.com, Elviriadi menegaskan menteri dan kepala daerah memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam pengawasan lingkungan hidup.

       "Bahkan mereka bisa dipidana bila tidak melakukan pengawasan," tutur Elviriadi.

      Pengelolaan usaha kata Elviriadi mesti berkomitmen tinggi terhadap lingkungan hidup.

    "Mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proses usaha, harus berkomitmen terhadap lingkungan. Harus taat pada aturan pengelolaan lingkungan," ungkap Elviriadi.

    Dalam pendapat ahlinya, Elviriadi menegaskan dumping atau pembuangan limbah di luar ketentuan peraturan perundang undangan, bisa berdampak luas dan berakibat pada manusia.

      Sesuai pasal 60 Undang-undang nomor 32 tahun 2009, pembuangan limbah harus memenuhi kriteria tertentu.

      "Jika tidak memenuhi kriteria yang ada, maka akan mengganggu fungsi tanaman, tata air serta terjadinya pencemaran air permukaan,merusak ekosistem," terang Elviriadi.

       Sementara itu, mengenai peran serta masyarakat dalam pengawasan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Elviriadi menerangkan, pasal 70 Undang-undang nomor 32 tahun 2009 menjamin dan memberikan peran kepada masyarakat ikut mengawasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

     "Sehingga tiga aspek dapat tercapai. Keuntungan bagi industri, sosial masyarakat dan lingkungan tetap terpelihara fungsi lingkungan hidupnya. Jika tidak, negara dapat memberikan sanksi administrasi, paksaan, pencabutan izin parsial, atau pencabutan izin secara total," terang Elviriadi.

     Menurut Elviriadi, polutan jika tidak ditangani sesuai SOP dan peraturan, maka bisa menjadi bom waktu bagi lingkungan hidup. Dampaknya pun tergantung pada jumlah penduduk yang akan terdampak serta intensitas serta lamanya polutan tersebut mencemari lingkungan tersebut.

    Elviriadi berpendapat, saat ini negara belum menerapkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan secara baik. Akibatnya, saat ini terjadi kemerosotan lingkungan hidup yang pada saat ini bahkan sudah menjadi keresahan secara global. Kemerosotan lingkungan ini juga menjadi beban masa depan bangsa.

    Masyarakat sipil, jelas Elviriadi mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Hal tersebut sudah menjadi kesepakatan dan ditegaskan dalam berbagai konvensi-konvensi tingkat dunia. Sehingga, kata Elviriadi, jika terjadi pencemaran, negara harus hadir untuk mengatasi pencemaran.

     Mengenai pemulihan pencemaran fungsi lingkungan hidup, Elviriadi menerangkan, harus ada skema yang tuntas untuk tahapan pemulihan.

      "Prinsip pemulihan harus memenuhi kaidah-kaidah yang ada, sehingga betul-betul aman dengan terpenuhinya prinsip-prinsip pemulihan fungsi lingkungan hidup," kata Elviriadi.

     Menurut Elviriadi, aspek penting pemulihan fungsi lingkungan hidup antara lain adanya pemutusan pencemaran, bioremediasi serta reklamasi.

 

     "Fungsi lingkungan hidup bisa dikatakan pulih apabila setelah mendapatkan persetujuan dari regulator serta masyarakat puas dan tanaman-tanaman pun bisa kembali tumbuh dengan normal," ungkap Elviriadi.

Setelah Blok Rokan Dikelola PHR

     Sementara itu menurut LPPHI, selang hampir satu tahun peralihan pengelola WK Migas Blok Rokan dari Chevron ke PT Pertamina Hulu Rokan, ratusan lokasi limbah bahan berbahaya beracun (B3), tanah terkontaminasi minyak (TTM) belum ada yang dipulihkan.

     Hal tersebut berarti seluruh peraturan perundang undangan telah terabaikan serta telah dilanggar secara kasat mata.

     Perkara gugatan lingkungan hidup ini, tercatat disidangkan di PN Pekanbaru dengan Nomor 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr. Gugatan terdaftar pada 6 Juli 2021. Sidang dipimpin Hakim Ketua DR Dahlan SH MH.

     Lembaga Pencegah Perusak Hutan Indonesia (LPPHI) merupakan lembaga penggugat perkara ini. PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau merupakan para tergugat dalam perkara ini. ***

 

T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments