- Home
- Serbaserbi
- Kisah Gengis Khan Hilang Bak ditelan Bumi, tak dapat ditemukan?
Kisah Gengis Khan Hilang Bak ditelan Bumi, tak dapat ditemukan?
Administrator Selasa, 12 Maret 2024 12:57 WIB
DUNIA, SEJARAH, - Ini adalah negaranya Jenghis Khan, ksatria yang menaklukkan dunia dari atas pelana kuda. Kisah hidupnya diwarnai penyanderaan, cucuran darah, cinta, dan juga balas dendam.
Itulah sejarahnya. Seseorang menjadi legenda persis ketika dia menghembuskan nafas terakhir.
Jenghis Khan (dikenal di Mongolia sebagai Chinggis Khaan) pernah menguasai hampir semua yang berada di antara Samudera Pasifik dan Laut Kaspia. Terkait kematiannya, ia meminta dikebumikan secara rahasia.
Satu pasukan perang lantas membawa jenazahnya pulang ke kampung halaman. Pasukan itu membunuh siapapun yang mereka temui agar rute menuju pekuburan Khan tetap tak diketahui publik.
Ketika akhirnya sang penguasa itu dikebumikan, para prajurit menunggangi hampir seribu kuda di sekitar makam untuk mengaburkan jejak.
Kini, setelah hampir 800 tahun sejak kematian Jenghis Khan, tak seorangpun menemukan kuburannya.
Jenghis Khan pernah menguasai seluruh hal yang ada di antara Samudera Pasifik dan Laut Kaspia.
Beragam ekspedisi yang dipimpin orang luar negeri telah mengincar keberadaan makam Jenghis Khan melalui sumber sejarah tertulis.
Mereka menjelajahi hampir seluruh kawasan Mongolia, bahkan memanfaatkan teknologi dari luar angkasa—proyek National Geographic bertajuk Valley of the Khan misalnya, menggunakan penginderaan satelit pada pencarian makam Jenghis secara massal.
Pencarian lokasi kuburan Jenghis Khan memang menarik minat banyak kelompok dari luar Mongolia. Di sisi lain, warga negara itu sama sekali tak ingin menemukan makam tersebut.
Fakta tersebut bukan berarti sosok Jenghis tak berarti sama sekali tidak penting bagi warga Mongolia—justru kebalikannya. Wajah ksatria itu dipasang di lembaran uang, bahkan di stiker vodka.
Jenghis mungkin tidak pernah sepopuler ini sebelum kematiannya pada 1227. Fenomena menjadikan pencarian makam Jengis Khan sebagai hal tabu sulit dipahami orang asing.
Keengganan warga lokal itu kerap dinilai media massa internasional sebagai ketakutan terhadap sebuah kutukan. Penduduk lokal disebut khawatir dunia akan kiamat jika kuburan Jenghis Khan ditemukan.
Pandangan itu muncul pada kisah Tamarlane, seorang raja berdarah Mongolia-Turki di abad ke-14. Pada 1941, sejumlah arkeolog asal Rusia membuka makamnya. Peristiwa itu diyakani memicu serangan Nazi terhadap Uni Soviet dan perang hebat di Eropa Timur.
Orang-orang yang percaya tahayul menganggap sejumlah kejadian tersebut memiliki hubungan sebab-akibat.
Namun penerjemah saya yang bernama Uelun tak memiliki pandangan serupa. Perempuan muda Mongolia ini memegang titel sarjana hubungan internasional dari Universitas Negeri Buryat di Uland-Ude, Rusia.
Uelun sama sekali tidak percaya mistis. Menurutnya, kepercayaan masyarakat Mongolia adalah bagian dari penghargaan terhadap Jenghis Khan yang tak ingin makamnya ditemukan.
Seribu kuda menginjak-injak permukaan tanah di atas makam Jenghis Khan untuk mengaburkan jejak.
"Mereka melakukan apapun untuk menyembunyikan makamnya. Menggali kuburan Jenghis pasti akan merusak keinginannya," kata Uelen.
Pola pikir Uelen itu merupakan sentimen yang biasa dipunyai warga Mongolia lainnya. Warga Mongolia memiliki tradisi panjang dan kebanggaan yang mendalam terhadap negara mereka.
Banyak keluarga di negara itu menggantung potret atau permadani bergambar Jenghis Khan. Beberapa dari mereka bahkan mengaku sebagai keturunan raja.
Di seluruh Mongolia, Jenghis Khan merupakan ikon yang sangat kuat.
Pencarian Makam Jenghis Khan
Di luar tekanan kultural untuk menghormati permintaan terakhir Jenghis Khan tentang kerahasiaan, sejumlah persoalan teknis menghalangi pencarian makam ksatria tersebut.
Mongolia memiliki wilayah yang luas dan belum terbangun secara masif-luasnya lebih dari tujuh kali tapi hanya mempunyai dua persen jalan raya dibandingkan Britania Raya.
Kepadatan penduduk negara itu pun rendah, meski tetap lebih banyak daripada Greenland dan sejumlah negara kepulauan yang terpencil. Lanksap Mongolia pun terdiri dari bentang alam yang masih alami.
Keberadaan manusia di negara itu sepertinya sebatas untuk memberikan ukuran tentang jarak, lengkungan gembala berwarna putih atau kuil batu dengan bendera-bendera peziarah yang berkibar-kibar. Sungguh lanskap yang tetap menyimpan banyak misteri.
Dr Diimaajav Erdenebaatar selama ini telah menaklukkan sejumlah tantangan di bidang arkeologi. Sebagai Kepala Departemen Arkeologi Universitas Negeri Ulaanbaatar yang berkantor di ibu kota Mongolia, dia mengambil bagian dari ekspedisi gabungan pertama pada pencarian makam Jenghis Khan.
Proyek kerja sama Jepang-Mongolia bertajuk Gurvan Gol atau Tiga Sungai fokus ke tempat kelahiran Jenghis Khan di Provinsi Khenti, daerah di mana Sungai Onon, Kherlen, dan Tuul mengalir.
Proyek itu dikerjakan pada 1990, tahun ketika Revolusi Demokrasi Mongolia pecah atau tatkala negara itu secara damai menolak pemerintahan komunis demi menyongsong sistem demokrasi.
Gerakan massa kala itu juga menolak proyek pencarian makam Jenghis Khan. Protes masyarakat menghentikan Proyek Gurvan Gol.
Saya dan Uelun menemui Dr Erdenebaatar di Universitas Negeri Ulaanbaatar untuk membicarakan makam, terutama persamaan antara penelitian yang sedang dikerjakannya dengan sejumlah proyek serupa yang pernah ada.
Sejak 2001, Dr Erdenebaatar sudah mengekskavasi kuburan raja-raja Xiongnu berusia 2000 tahun di Provinsi Arkhangai yang berada di Mongolia tengah. Dia yakin Xiongnu merupakan nenek moyang orang-orang Mongolia-sebuah teori yang juga dikisahkan Jenghis Khan.
Temuan Erdenebaatar mungkin mengungkap tradisi penguburan yang sama dan makam-makam itu bisa saja mengilustrasikan rupa pemakaman Genghis Khan.
Banyak yang yakin makam Jenghis Khan berisi peninggalan dari kerajaan-kerajaan di Mongolia.
Para raja Xiongnu dimakamkan lebih dari 20 meter di bawah tanah, di dalam peti kayu. Batu berbentuk persegi diletakkan di atas tanah sebagai penanda kuburan.
Dr Erdenebaatar menghabiskan 10 musim panas untuk mengekskavasi makam pertama, yang ternyata telah dirusak kawanan pencuri.
Kuburan itu berisi benda-benda berharga yang mengindikasikan capaian diplomasi Xiongnu: sebuah kereta kayu khas Cina, barang pecah belah dari Romawi dan berbagai barang berbahan metal.
Dr Erdenebaatar mengajak saya masuk ke museum arkeologi mungil di kampusnya untuk melihat sejumlah artefak. Beberapa ornamen emas dan perak dikubur bersama sejumlah kuda di sekitar makam sebagai wujud pengorbanan.
Dia menunjuk macam tutul dan unicorn dalam desain ornamen itu-imaji mewah yang juga digunakan Jenghis Khan dan para keturunannya.
Banyak yang percaya kuburan Jenghis Khan juga berisi harta karun yang serupa dengan peninggalan Kerajaan Mongolia yang ditemukan di berbagai lokasi. Ini adalah hipotesis yang terus menarik minat kalangan dari mancanegara.
Namun jika Jenghis Khan benar-benar dikubur dalam tradisi Xiongnu, pasti akan sangat sulit-kalau tidak mau disebut mustahil-menemukannya. Keberadaan sebuah makam tak lagi diketahui hanya dengan memindahkan batu penanda.
Dengan posisi ruangan utama makam yang berada 20 meter di bawah tanah, sangat mustahil menemukan kuburan Jenghis Khan di Mongolia yang luas.
Saat saya bertanya kepada Dr Erdenebaatar tentang kemungkinannya tak pernah menemukan kuburan Jenghis Khan, dia menjawab dengan tenang, acuh tak acuh, dan mengangkat bahu. Sepanjang hayat seorang manusia tidak akan cukup untuk penelitian ini. Sejarah terlampau besar.
Sebuah petunjuk masuk akal di lokasi terlarang
Folklore menyatakan Jenghis Khan dikubur di puncak Gunung Khentii yang disebut Burkhan Khaldun, setidaknya 160 kilometer di sisi timur laut Ulaanbaatar.
Jenghis Khan disebut bersembunyi dari musuh di gunung itu sebagai pemuda dan berjanji kembali ke tempat itu saat meninggal dunia. Ada perbedaan pendapat di antara para sarjana tentang titik pasti makam Jenghis Khan.
"Itu adalah gunung yang dikeramatkan," kata Dr Sodnom Tsolmon, profesor ilmu sejarah di Universitas Negeri Ulaanbaatar yang memiliki kepakaran pada sejarah Mongolia abad ke-13.
"Tidak berarti dia benar-benar dikubur di sana."
Para sarjana menggunakan catatan sejarah untuk mengurai lokasi makam Jenghis Khan. Namun gambar yang mereka ciptakan seringkali saling bertolak belakang.
Seribu kuda yang berlari mengindikasikan sebuah lembah atau plateu, seperti pemakaman Xiongnu. Padahal, ikrar Jenghis Khan merujuk sebuah gunung.
Menurut kisah yang beredar dari mulut ke mulut, Jenghis Khan dimakamkan di Gunung Khentii.
Untuk memperumit persoalan, ekologis asal Mongolia bernama S Badammkhatan mengidentifikasi lima gunung yang biasa disebut Burkhan Khaldun (walaupun dia berkonklusi bahwa Burkhan Khaldun yang dikenal saat ini bisa saja benar).
Baik Dr Tsolmon maupun saya tidak dapat mendaki Burkhan Khaldun: perempuan tidak diizinkan naik ke gunung yang dikeramatkan. Bahkan, kawasan di sekitar gunung itu pernah ditutup untuk publik, kecuali keluarga kerajaan.
Area yang pernah dianggap sebagai Ikh Khorig atau Great Taboo kini dikenal sebagai area Khan Khentii yang sangat dilindungi dan masuk dalam daftar situs peninggalan dunia versi Unesco.
Sejak meraih predikat itu, Burkhan Khaldun kian berjarak dengan para peneliti, yang artinya, misteri keberadaan Jenghis Khan menggantung.
Menghormati permintaan terakhir sang ksatria
Dengan fakta bahwa makam Jenghis Khan tak dapat tergapai, mengapa persoalan ini tetap menjadi isu yang kontroversial di Mongolia?
Jenghis Khan diyakini meninggalkan konsep imuntas diplomasi dan kebebasan beragama untuk kehidupan Mongolia modern.
Jenghis Khan adalah pahlawan terbear Mongolia. Dunia Barat hanya merujuk pada hal yang pernah ditaklukkan Jenghis Khan, sedangkan orang-orang Mongolia mengingat berbagai yang sudah diciptakannya.
Kerajaan Jenghis Khan menghubungkan timur dan barat dan memantik perkembangan Jalur Sutra. Aturan yang dibuatnya mengabadikan konsep imunitas diplomasi dan kebebasan beragama.
Dia membuat jasa pengiriman yang dapat diandalkan dan memperkenalkan kegunaan uang kertas. Jenghis Khan tak hanya menaklukkan dunia, tapi juga menciptakan peradaban.
Hingga hari ini, dia tetap menjadi sosok besar yang dihargai-itulah alasan orang Mongolia seperti Uelun ingin makam ksatria itu tak terganggu.
"Jika mereka ingin kami menemukannya, pendahulu kami pasti meninggalkan beberapa petunjuk."
Itu adalah ucapan terakhirnya. Demikian dilansir bbc. (*)
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments