Jumat, 22 Nov 2024
  • Home
  • Serbaserbi
  • Siapa Firaun di Negeri ini? Pencipta Pajak yang Kini Bikin Rakyat Menjerit

Siapa Firaun di Negeri ini? Pencipta Pajak yang Kini Bikin Rakyat Menjerit

Administrator Kamis, 19 September 2024 08:06 WIB


NASIONAL, NEGARA, - Pajak jadi salah satu instrumen kebijakan yang digunakan pemerintah untuk mendongkrak penerimaan negara. Lewat pajak, negara menarik uang dari rakyat atas transaksi, kepemilikan aset atau barang dan lain sebagainya. Dengan uang pajak, maka negara bisa membangun banyak hal untuk kesejahteraan rakyat.

Namun, di sisi lain, tagihan pajak seringkali membuat pening masyarakat, khususnya dari kelompok kelas menengah. Mereka yang penghasilannya tak begitu besar dibebankan pajak berat oleh negara. Alhasil, mereka pun menjadi geram karena dianggap objek pemerasan negara.

Meski begitu, kegeraman masyarakat atas pajak seharusnya tak hanya ditunjukkan kepada negara, tapi juga pencipta sistem pajak pertama, yakni Firaun dari Peradaban Mesir Kuno. Sejarah mencatat, sekitar 3000 Sebelum Masehi (SM) peradaban Mesir yang dipimpin oleh Firaun menciptakan sistem pungutan negara kepada rakyat, yang kini dikenal sebagai sistem pajak.

Alasan Firaun memungut pajak bertujuan untuk modal pembangunan dan menjaga ketertiban sosial. Firaun mengenakan pajak atas barang-barang, seperti gandum, tekstil, tenaga kerja, dan berbagai komoditas lain. Biasanya, hasil pungutan pajak dialihkan untuk membangun sektor serupa. Misalkan, jika menarik pajak atas beras, maka hasil pajaknya dialihkan untuk membangun lumbung beras.

Firaun tak menerapkan mekanisme sama rata dalam pemungutan pajak, tapi sistem penyesuaian. Maksudnya, besaran pajak disesuaikan dengan kemampuan finansial objek pajak. Ambil contoh ketika memungut pajak ladang. Firaun menetapkan pajak tinggi jika ladang tersebut sangat produktif atau memiliki hasil panen melimpah. Sementara yang non-produktif dikenakan pajak lebih rendah.

"Ladang-ladang dikenai pajak dengan cara yang berbeda-beda, dan tarifnya bergantung pada produktivitas ladang masing-masing dan kesuburan serta kualitas tanah," kata sejarawan Moreno Garcia kepada Smithsonian Magazine.

Selain itu, sistem pemungutan pajak juga bergantung pada sistem ketinggian Sungai Nil. Hal ini berdasarkan temuan arkeolog yang mengungkap adanya sistem nilometer. Sistem ini berupa garis yang digoreskan di sebuah tangga pengukur ketinggian air. Jika air naik di atas garis, maka berarti ladang tersebut dilanda kebanjikan dan penurunan hasil panen. Artinya, pajak yang dikenakan pun tak begitu besar. Begitu juga sebaliknya.

Seluruh pungutan pajak digunakan untuk pemenuhan kas negara. Semua rakyat dikenakan pajak tanpa terkecuali. Ketika ini terjadi, beban rakyat makin bertambah apalagi di Mesir Kuno juga terdapat sistem kerja rodi. Sistem ini membuat semua warga Mesir diharuskan bekerja kepada negara untuk proyek-proyek publik, seperti pengolahan ladang, penambangan, dan pembangunan infrastruktur.

Meski begitu, bukan berarti tak ada pengemplang pajak. Samuel Blankson dalam A Brief History Of Taxation (2007) mencatat, banyak orang tak ingin pendapatannya dipotong pajak, sehingga berpikir untuk mengakalinya.

Cara paling lazim, misalkan, kongkalikong antara pencatat dan subjek pajak. Subjek pajak sering tidak melaporkan penghasilan sebenarnya kepada pencatat supaya potongan pajaknya kecil. Selain itu, subjek pajak juga sering mengakali pengukuran, seperti mengakali timbangan agar potongan pajaknya rendah.

Pada akhirnya, warisan pemungutan atau potongan penghasilan yang dicetuskan oleh Firaun dari Mesir Kuno masih bertahan hingga sekarang. Sistem yang dicetuskannya pun menjadi inspirasi negara sebagai instrumen efektif penerimaan kas. Kini, semua itu lazim disebut pajak. **
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments