Selasa, 19 Nov 2024
  • Home
  • antaranusa
  • Banyak Perusahaan Kolaps, Ratusan Bahkan Ribuan Karyawan di Batam Terancam PHK

Banyak Perusahaan Kolaps, Ratusan Bahkan Ribuan Karyawan di Batam Terancam PHK

Rabu, 21 Agustus 2019 09:09 WIB

NASIONAL, BISNIS, BATAM, -  Prospek industri manufaktur di wilayah Batam sedang meredup.

Berdasarkan laporan yang diterima, setidaknya empat perusahaan elektronik di wilayah tersebut terancam kolaps dan tengah memproses pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya.

Keempat perusahaan elektronik itu adalah PT Noble Batam, PT Foster Electronic Indonesia, PT Unisem dan PT Samina.

"Semua kejadian itu karena sepi order," ungkap Ketua Bidang Elektrik dan Elektronik Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam, Mochammad Mustofa, kepada KONTAN, kemarin.

PT Noble Batam merupakan perusahaan perakitan elektronik yang memiliki induk usaha di Jepang.

Menurut Mustofa, Noble Batam melakukan tindakan PHK terhadap sekitar 400 karyawan.

Beberapa karyawan yang masih dibutuhkan dikontrak untuk menyelesaikan pesanan customer hingga perusahaan itu kembali disatukan ke dalam induk perusahaan di Jepang.

Untuk kasus PHK produsen pengeras suara, PT Foster Electronic Indonesia, Mustofa mengaku serikat pekerja kecolongan karena tidak bisa mengawal perlindungan jaminan hak pekerja dalam PHK terhadap sekitar 1.000 karyawan Foster.

Mulanya, Perjanjian Bersama yang disepakati pada 2018 hanya menyebutkan tindakan PHK dilakukan terhadap 20 anggota SPMI yang bekerja di sana dengan alasan efisiensi.

Namun, aksi pemecatan kembali terjadi terhadap seluruh karyawan seiring penghentian operasi perusahaan yang memproduksi pengeras suara tersebut pada Juni 2019.

Alasan penghentian operasi Foster karena produk mereka tidak mampu bersaing di pasaran.

"Tidak ada inovasi dari produk pengeras suara tersebut," terang Mustofa.

Gara-gara upah hingga demo buruh


Ketua Apindo Kota Batam, Rafki Rasyid, menjelaskan ada sejumlah masalah utama perusahaan padat karya seperti Foster dan Unisem.

Pertama, upah minimum yang sudah semakin tidak kompetitif.

Saat ini upah minimum di Batam sudah mencapai US$ 270, jauh lebih tinggi ketimbang negara ASEAN lainnya.

"Makanya Foster memilih merelokasi usaha ke Myanmar," kata Rafki, kemarin.

Kedua, frekuensi demonstrasi di Batam semakin tinggi.

Tentu hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor akan keselamatan asetnya di Batam, bahkan seringkali hal itu mengganggu proses produksi.

Ketiga, masih mahalnya ongkos angkut kontainer dari Batam ke luar negeri.

Aturan masih berbelit

Keempat, masih ada aturan berbelit yang dikeluarkan berbagai lembaga pemerintah pusat yang menyulitkan langkah perusahaan di Batam memasukkan maupun mengeluarkan barang dari Batam ke luar negeri dan ke daerah lain di Indonesia.

"Kami minta pemerintah pusat dan semua pihak terkait menjaga iklim investasi yang baik dan menguntungkan di Batam," kata dia.

Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Dendi Gustinandar, menjelaskan tidak ada analisa secara empiris penyebab perusahaan tutup.

Tapi BP Batam mendapatkan keterangan bahwa mereka telah merugi selama beberapa tahun belakangan.

Menurut Dendi, di Batam memang ada pergesaran industri ke arah yang lebih tinggi teknologinya.

Misalnya, dua perusahaan seperti PT Infineon Tecnologies Batam dan Pegatron justru mau berekspansi di Batam.

"Artinya saat ada industri turun, maka ada industri baru yang mau menanamkan modalnya di Batam," kata Dendi. Demikian dilansir kontan. (*).
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments