Minggu, 24 Nov 2024
  • Home
  • antaranusa
  • Carut Marut Impor Beras dan Kegeraman Dirut Bulog Budi Waseso

Carut Marut Impor Beras dan Kegeraman Dirut Bulog Budi Waseso

Administrator Kamis, 20 September 2018 07:45 WIB


NASIONAL, -- Impor beras pemerintah kembali menjadi polemik. Hal ini setelah Dirut Bulog Budi Waseso mengungkapkan gudang-gudang Bulog yang sudah penuh oleh stok beras. Jika stok beras impor terus ditambah, kata ia, maka hal ini akan menjadi beban buat Bulog karena harus menyediakan gudang cadangan.

"Jika saya harus menyewa gudang itu menjadi cost tambahan. Ada yang bilang itu urusan Bulog saja, matamu! Nggak bisa begitu dong. Kita aparatur negara jangan saling tuding-tudingan," kata Buwas di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9).

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita enggan mengomentari soal penuhnya gudang Bulog akibat impor beras. Sebab menurut Enggar, kebijakan impor yang sudah diputuskan Kemenko Perkonomian mengamanatkan impor dilakukan Bulog. "Nggak tahu saya, bukan urusan kami. Itu sudah diputuskan di Rakor Menko, urusan Bulog," ujar Enggar di kantor Kemenko Maritim, Selasa (18/9).

Mendag Enggar mengatakan, urusan impor beras yang dilakukan oleh pemerintah  sepenuhnya merupakan kebijakan Bulog. Tak hanya mekanisme impor, hingga persoalan perizinan juga kata Enggar berada di kewenangan Bulog.

"Kan bagian dari pemerintah. Kan ini minta persetujuan nih siapa yang ajuin, persetujuan impor Menko, Mendag, Mentan dan Bulog. Menetapkan izin impor, yang ditugaskan impor siapa? Bulog. Sesudah itu ada perpanjangan izin di Bulog," ujar Enggar.

Namun Buwas mengungkapkan, Bulog tak lagi memerlukan impor beras sampai dengan Juni 2019. Ia mengaku memiliki kajian yang kuat sebelum memutuskan hal tersebut. Buwas telah mempertimbangkan masukan dari ahli independen, Kementerian Pertanian, serta jajaran Bulog.

Buwas menyebutkan bahwa saat ini cadangan beras di gudang Bulog mencapai 2,4 juta ton. Jumlah tersebut belum termasuk dengan beras impor yang akan masuk pada Oktober sebesar 400 ribu ton sehingga total cadangannya menjadi 2,8 juta ton.

Dari total cadangan tersebut, Bulog memperhitungkan kebutuhan untuk Beras Sejahtera (Rastra) hanya akan terpakai 100 ribu ton. Dengan demikian, total stok beras yang ada di gudang Bulog hingga akhir Desember 2018 sebesar 2,7 juta ton.

Belum ditambah dengan serapan gabah dari dalam negeri sebesar 4.000 ton per hari (pada musim kering). Buwas memperkirakan stok akhir bisa mencapai 3 juta ton. Ia juga meyakini dengan posisi stok akhir Desember ditambah dengan serapan gabah hingga Juni 2019, Indonesia tidak perlu impor beras.

"Tim mengatakan rekomendasi sampai Juni 2019, tidak perlu impor. Bahkan, dimungkinkan beras cadangan impor dari Bulog tidak akan keluar. Tinggal menjaga, masa kita harus bertahan pada impor?" kata Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas.

Buwas mengaku saat ini harus menyewa gudang milik TNI AU untuk menyimpan stok beras. Karena itu, jika menyanggupi keinginan pemerintah untuk terus melakukan impor kembali maka tidak ada tempat lagi. Seharusnya menurut Buwas pemerintah menyediakan gudang beras.

Sebelumnya, Keputusan pemerintah untuk menambah impor beras sebanyak satu juta ton ditolak mentah-mentah oleh petani. Pasalnya, stok beras saat ini dinilai cukup seiring dengan musim panen raya yang sedang berlangsung. "Ya jelas petani menolak impor beras," tegas Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang kepada Republika.co.id, Kamis (23/8).

Sutatang mengungkapkan, keputusan pemerintah untuk kembali menambah impor beras sangatlah tidak tepat. Menurutnya, para petani di berbagai daerah sentra padi, terutama di Jawa Barat, saat ini sedang panen raya. "Keputusan impor itu menunjukkan pemerintah tidak ada kepedulian kepada para petani," ujar Sutatang dengan nada kesal.

Sutatang mengatakan, dari sisi produksi, hasil panen petani saat ini lumayan tinggi. Meski dilanda kemarau, namun produksi padi petani rata-rata bisa mencapai 6,2 ton per hektare.

Sutatang mengakui, sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu, seperti di Kecamatan Kandanghaur, Losarang dan Gabuswetan, ada yang puso (gagal panen) akibat kekeringan. Namun di daerah lain yang pengairannya cukup, produksi padi berlimpah.

Selain itu, kualitas padi yang dihasilkan petani saat ini pun cukup bagus seiring kondisi cuaca yang mendukung di saat panen. Apalagi, selama berlangsungnya musim tanam gadu 2018, areal persawahan relatif aman dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). "Dari segi harga, petani juga sedang menikmati harga yang lumayan tinggi meski belum ideal," tutur Sutatang. (rep/*).
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments