Senin, 23 Des 2024
  • Home
  • antaranusa
  • Jagat Maya Heboh lagi, sebut Kominfo Blokir situs jurdil2019.org

Jagat Maya Heboh lagi, sebut Kominfo Blokir situs jurdil2019.org

Minggu, 21 April 2019 07:53 WIB
NASIONAL, - Jagat maya, dunia maya media sosial (Medsos) malam tadi heboh, netizen menduga Kominfo memblokir situs jurdil2019.org, selain situs jurdil2019.org ada juga situs tandingan atau cloning palsu beda-nya hanya org dan net saja yakni jurdil2019.net.

Padahal situs jurdil2019.org adalah salah satu situs yang independen.

Sampai berita ini dirilis situs jurdil2019.org masih belum bisa dibuka.

" Padahal situs jurdil2019.org adalah terdaftar di Bawaslu masuk dalam pemantau pemilu," kata netizen di media sosial, Ahad (21/04/2019.

Aktivis Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) 1973 sebagai penggagas dari Jurdil 2019. Anggota Jurdil 2019 Rulianti menyatakan lembaganya tercatat di Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pemantau Pemilu 2019 dengan nomor sertifikasi Akreditasi: 063/BAWASLU/IV/2019. Ia mengaku mendapatkan akreditasi dari Bawaslu pada 1 April 2019. 

Rulianti menyatakan lembaganya sudah memenuhi persyaratan tersebut. Ia mengatakan sumber dana lembaganya berasal dari kantong anggota sendiri. 

"Kami independen, ini dananya dari relawan dan anggota kami masing-masing," kata dia.

Meski terdaftar sebagai pemantau pemilu oleh Bawaslu, Jurdil 2019 juga mengeluarkan hasil penghitungan suara Pilpres 2019. Dalam situs resmi jurdil2019.org, tercantum bahwa lembaga tersebut menggunakan metode 'real quick count'.

Anggota Jurdil 2019 Alita mengaku memiliki 6.000 relawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka, kata dia, bertugas untuk mengawasi proses pemungutan dan perhitungan suara di TPS-TPS.

Hasil penghitungan suara di TPS itu kemudian dicatat dan disampaikan oleh relawan melalui aplikasi bernama Jurdil 2019. Selain data berupa tulisan, relawan juga diwajibkan untuk mengunggah foto form C1 plano yang berisi catatan hasil penghitungan suara dari TPS.

KPPS melakukan hitung suara di TPS, untuk kemudian menjadi formulir C1 Plano.
Foto itu berfungsi untuk memverifikasi data tulisan yang dikirimkan oleh relawan tersebut. Data-data dari relawan itu kemudian dikumpulkan dalam satu server milik Jurdil 2019. Dari situ, tim IT dan statistik menghitung data tersebut, kemudian hasilnya disampaikan di website jurdil2019.org.

Titik Stabil

Ia mengatakan pihaknya tidak mampu untuk merekapitulasi data dari seluruh TPS yang berjumlah 813.350 unit. Walhasil, proses rekapitulasi di Jurdil2019 akan berhenti apabila sudah mencapai titik stabil.

Titik stabil yang dimaksud adalah apabila jumlah data dari form C1 plano terus bertambah, namun tidak ada lonjakan jumlah perolehan suara dari kedua pasangan calon. Jumlah tersebut diklaim sudah mewakili hasil perhitungan suara secara keseluruhan.

"Kalau angkanya (persentase perolehan suara pasangan calon) enggak banyak berubah tapi jumlah TPS-nya bertambah, terus artinya sudah mencapai kurva stabilnya dia," ujar dia.

Data yang diperoleh oleh Jurdil 2019 juga akan digunakan sebagai pembanding hasil rekapitulasi KPU. Apabila dirasa ada kecurangan atau keanehan dalam penghitungan suara, mereka akan melawannya dengan data-data yang didapatkan oleh relawannya itu.

Alita menjamin data yang dikeluarkan lembaganya itu valid dan dapat dipercaya. Ia juga memastikan bahwa lembaganya independen dan tidak menerima pesanan dari salah satu peserta pemilu.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyebut lembaga tak terdaftar yang mempublikasikan hasil quick count melanggar peraturan.

Diketahui, verifikasi nama lembaga survei dan quick count pada Pemilu 2019 sendiri dilakukan di Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan Bawaslu. Bawaslu hanya berwenang mendaftar lembaga pemantau pemilu.

KPU sebelumnya menyebut ada 40 lembaga survei yang terdaftar sebagai penyelenggara quick count. Dari daftar nama itu, tak tercantum nama 'Jurdil 2019' maupun 'PT Prawedanet Aliansi Teknologi'.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyebut lembaga lain di luar 40 lembaga yang sudah terdaftar dilarang melakukan survei atau hitung cepat yang dipublikasikan ke publik.

"Jika ada selain 40 lembaga survei itu merilis hasilnya, itu pelanggaran," kata Wahyu, dikutip dari Antara. (*).
 
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments