Sabtu, 19 Okt 2024
  • Home
  • antaranusa
  • Kisah Ooy, Guru PAUD Karawang Digaji Rp300 Ribu Per Bulan

Kisah Ooy, Guru PAUD Karawang Digaji Rp300 Ribu Per Bulan

Jumat, 15 Maret 2019 07:49 WIB

ilustrasi


NASIONAL, - Ooy (49 tahun) berangkat sedari subuh dari rumahnya di Karawang, Jawa Barat untuk mengadu ke Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Kamis (14/3). Ooy menuntut kesetaraan pengajar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ke Mahkamah Konstitusi.

Ooy menjadi pengajar PAUD di kampungnya Kecamatan Klari, Karawang, sejak 10 tahun lalu. Gaji yang diperolehnya dianggap masih jauh dari cukup. 

"Sebulan ya Rp300 ribu. Itu paling tinggi," katanya ditemui di gedung MK, Kamis (14/3). 

Ooy datang seiring gugatan UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang dianggap mendiskriminasi pengajar PAUD non formal lantaran dianggap bukan guru. Seperti diketahui, beleid tersebut hanya mengatur bahwa yang disebut guru adalah mereka yang mengajar di pendidikan formal, dasar, dan menengah. 

"Kita kan pengennya diperlakukan sama dengan yang mengajar guru formal itu lho. Yang dilakuin sama kok, sama-sama ngajar juga," ujar Ooy. 

Menurut dia, masih ada sejumlah pengajar PAUD di wilayahnya yang menerima gaji Rp100-150 ribu per bulan. Penghasilan dari mengajar diakui Ooy akan langsung habis hanya untuk makan dan biaya transportasi. 

Untuk menutupi kebutuhan hidup sebulan, tak jarang para pengajar PAUD itu pun membuka usaha sampingan. "Ya apa aja dilakuin sama guru PAUD-lah. Jualan juga," ucap Ooy. 

Hal serupa disampaikan pengajar PAUD Ismawarni. Menurut dia, aturan dalam UU Guru dan Dosen telah mendiskriminasi profesi pengajar PAUD. Padahal selama ini para pengajar PAUD telah berupaya memberikan program belajar yang sama dengan pendidikan formal dari pemerintah.

"Ketika ada pembelajaran yang bersumber pada kurikulum 2013 dari pemerintah, kita juga harus ikuti. Kalau belum S1 pun kita harus ikut diklat sampai tingkat mahir," tuturnya. 

Ketua Himpunan PAUD Indonesia Jakarta Barat ini menilai pemerintah mestinya berterima kasih pada pengajar PAUD karena telah menyediakan fasilitas bagi anak usia dini. Namun alih-alih peduli, kesejahteraan para pengajar juga tak diperhatikan. Gaji yang diterima para pengajar PAUD pun sangat kecil. 

"Ada guru-guru di tempat kami yang S1 PAUD lulusan UNJ honornya Rp600 ribu per bulan. Sudah 13 tahun seperti itu," ucapnya. 

Ismawarni berharap MK dapat mengubah aturan dalam UU Guru dan Dosen agar pengajar PAUD non formal seperti dirinya mendapat hak yang sama dengan guru pendidikan formal. 

"Jangan sampai aturan ini mendiskriminasi karena kita semua punya standar kompetensi yang sama," katanya. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai Undang Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen telah mendiskriminasi guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal. Dia menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam pasal (1) UU Guru dan Dosen menyebutkan bahwa guru merupakan pendidik profesional bagi anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 

Yusril menilai aturan tersebut telah mendiskriminasi pengajar PAUD nonformal karena dianggap bukan guru. Akibatnya, guru PAUD nonformal mendapat perlakuan tak adil. Mereka tidak bisa diangkat menjadi pegawai, digaji resmi, diberi tunjangan, maupun disertifikasi sebagai guru.

"Pemerintah memang membedakan pendidikan PAUD formal dan nonformal, itu kita terima. Tapi persoalannya mengenai gurunya, haruskah dibedakan antara formal dengan nonformal," kata Yusril di Gedung MK, Jakarta, Kamis, demikian dilansir CNNIndonesia. (14/11). (*).
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments