Sabtu, 19 Okt 2024
  • Home
  • antaranusa
  • Setelah Nusron, Satu Menteri Terseret ke Pusaran Kasus Amplop Bowo

Setelah Nusron, Satu Menteri Terseret ke Pusaran Kasus Amplop Bowo

Administrator Kamis, 11 April 2019 07:08 WIB


Pengacara Bowo menyebut sumber uang serangan fajar kliennya dari satu menteri

NASIONAL, - Kasus dugaan korupsi berdimensi politik dengan tersangka politikus Golkar, Bowo Sidik Pangarso terus bergulir liar. Setelah Bowo menyebut Nusron Wahid memintanya menyiapkan amplop 'serangan fajar' Pemilu 2019, pada Rabu (10/4) pengacara Bowo, Saut Edward Rajaguguk menyeret menteri.

Saut menyebutkan sumber uang yang berada dalam amplop untuk digunakan Bowo Sidik Pangarso untuk 'serangan fajar' pada Pemilu 2019 berasal dari salah satu menteri di Kabinet Kerja. "Sumber uang yang memenuhi Rp 8 miliar yang ada di amplop tersebut sudah dari salah satu menteri di kabinet ini," ujar Edward usai menemani Bowo yang diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Namun, Saut enggan menjelaskan lebih lanjut siapa sosok menteri yang disebutnya itu. Ia juga tak tahu apakah menteri itu masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf atau tidak. 

"Menteri itu masuk di TKN atau tidak, saya kurang mengetahui, partainya juga belum disebutkan. Kami kasih kesempatan kepada penyidik untuk mendalami," kata Edward lagi.

Saut menegaskan, Bowo sudah memberikan keterangan terkait dugaan keterlibatan menteri itu kepada penyidik KPK. "Sudah lagi didalami sama KPK," kata dia.

Nusron telah membantah tudingan Bowo tersebut. "Tidak benar," ujarnya kepada wartawan melalui pesan Whatsapp, kemarin. Adapun, hingga berita ini diturunkan, belum ada respons dari pihak istana terkait kasus ini.

Atas bantahan Nusron terkait hal itu, Saut  menyatakan, itu merupakan hak dari yang bersangkutan. "Hak beliau untuk membantah itu, tetapi saya bilang ke klien kalau nanti ada saksi yang mengetahui dia disuruh, akan dihadirkan di sini," kata dia lagi.

Pada Selasa (9/4) Saut mengungkapkan, tujuan dibagikan amplop tersebut agar masyarakat banyak memilih Bowo dan Nusron pada Dapil Jawa Tengah II. Nusron juga tercatat maju sebagai caleg dalam Dapil Jawa Tengah II tersebut.

"Supaya banyak yang memilih mereka berdua karena di dapil yang sama. Bahkan, katanya yang 600 ribu amplop yang menyiapkan Nusron Wahid, dia (Bowo) 400 ribu amplopnya. Pak Wahid 600 ribu, Pak Bowo 400 ribu amplop," ungkap Edward, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/4).

Erdward menyatakan, uang yang akan digunakan oleh Bowo Sidik dan Nusron Wahid berasal dari sumber yang berbeda. "Bukan, beda-beda sumber. Pak Nusron dia punya sumber sendiri, Pak Bowo punya sumber sendiri," ujar dia lagi.

Ketua DPP Partai Golkar Bidang Media dan Penggalangan Opini, Ace Hasan Syadzily menyatakan, Partai Golkar menjalankan proses Demokrasi yang sehat. Oleh karena itu, Ace enggan menanggapi polemik pernyataan Bowo Sidik.

"Kita serahkan ke proses hukum saja, yang pasti tidak ada kebijakan resmi seperti itu (bagi-bagi amplop) dari Partai Golkar," kata Ace kepada Republika.co.id.

Ace juga menyangsikan kebenaran pernyataan Bowo terkait dugaan keterlibatan Nusron Wahid. Menurutnya, seseorang yang terkena OTT (operasi tangkap tangan) selalu memiliki tendensi untuk melibatkan pihak lain.

Selanjutnya, Ace menjelaskan, Partai Golkar memerintahkan kepada seluruh caleg untuk menggunakan strategi pemenangan yang sejalan dengan aturan perundang-undangan. Menurutnya, soal detail strategi pemenangan, hal itu menjadi urusan masing-masing caleg.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, mengatakan, seorang tersangka memiliki hak untuk bicara bebas. Tetapi, kata dia, bagi KPK satu keterangan saja tidak cukup dan membutuhkan klarifikasi serta verifikasi lebih lanjut.

"Tersangka itu punya hak untuk bicara bebas. Di KPK kita tahu, sebenarnya dalam beberapa kasus ada beberapa tersangka yang bicara menyebut nama nama lain atau peran dari pihak-pihak lain," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/4).

Febri menjelaskan, bagi KPK, satu keterangan saja tentu tidak cukup. Suatu keterangan perlu dicek, diklarifikasi, atau diverifikasi dengan bukti-bukti yang lain dan keterangan keterangan yang lain.

Menurut dia, penting bagi KPK untuk tidak tergantung pada satu keterangan saksi atau tersangka. KPK juga harus melihat kesesuaian keterangan tersebut dengan bukti-bukti yang lain.

"Tapi tentu kami akan telusuri lebih lanjut informasi-informasi yang relevan terkait dengan sumber dana dari sekitar Rp 8 miliar tersebut," jelas Febri.

Febri menerangkan, proses klarifikasi pernyataan yang terkait dengan suatu perkara pasti dilakukan. Untuk kasus yang menjerat anggota DPR RI Komisi VI Bowo Sidik Pangarso ini, ia belum dapat menyampaikan soal siapa yang akan diklarifikasi dan menggunakan metode apa dalam proses klarifikasi tersebut.

"Nanti penyidik jika membutuhkan keterangan dari pihak-pihak tertentu, siapapun orangnya ya, sepanjang relevan dan terkait tentu akan kami panggil," kata dia.

Sebelumnya, KPK menyatakan, 400 ribu amplop yang menjadi barang bukti dalam kasus suap terkait kerja sama pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT Humpuss Transportasi Kimia yang menjerat Bowo diisi dalam waktu satu bulan. Setidaknya, ada Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dalam 400 ribu amplop itu. (rep/net).


T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments