Minggu, 20 Okt 2024
  • Home
  • antaranusa
  • Tradisi Setor-setor, Kepala Dinas Ini Terpaksa Gadaikan SK PNS Demi Memenuhi Setoran untuk Bupati-nya

Tradisi Setor-setor, Kepala Dinas Ini Terpaksa Gadaikan SK PNS Demi Memenuhi Setoran untuk Bupati-nya

Kamis, 29 November 2018 07:56 WIB

NASIONAL, - Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemkab Purbalingga, Muhammad Najib dihadirkan sebagai saksi dalam kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi, di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (28/11/2018).

Najib membeberkan sejumlah fakta menarik dalam sidang tersebut. Ia mengaku, beberapa kali dimintai untuk menyetor uang kepada Tasdi.

Bahkan, Najib mengaku sampai menggadaikan surat keputusan (SK) pengangkatan dirinya sebagai kepala dinas sebagai jaminan di bank.

Keterangan itu disampaikan di dalam sidang yang dipimpin hakim Antonius Widjantono.

Selain Najib, saksi lain yang dihadirkan antara lain Hadi Iswanto selaku Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Purbalingga, dan mantan anggota DPRD Purbalingga fraksi PDI-P Nur Said.

"Saya pernah dimintai uang, itu dua kali setelah saya dilantik jadi kepala dinas," ujar Najib.

Uang pertama, kata dia, diserahkan sebesar Rp2,5 juta pada Maret 2018. Sementara uang kedua sebesar Rp 50 juta pada April 2018.

Dia mengungkapkan, uang Rp2,5 juta diminta Tasdi melalui Kepala Dinas PUPR Purbalingga, untuk membantu kegiatan rapat partai PDI-P di Rumah Joglo.

"Rp 2,5 juta ini uang pribadi saya. Waktu itu bilangnya Rp 10 juta tapi dibagi empat, dan saya diberi jatah dana Rp 2,5 juta. Penyerahan uang saat ada kegiatan parpol," kata dia.

"Kegiatan partai. Tim sukses untuk pemenangan Pak Ganjar-Yasin, di pilgub lalu," kata dia.

Kemudian, uang Rp50 juta juga diberikan pada April 2018. Kala itu, Tasdi meminta agar menyediakan uang untuk dibelikan mobil operasional.

"Minta awal Rp100 juta. Tapi, saya sanggupnya Rp 50 juta, itupun saya ajukan SK ke bank," kata dia.

Setelah cair, langsung diberikan ke Bupati melalui ajudan. Najib mengatakan, pemberian uang itu adalah dari rekening pribadi atas upaya menggadaikan SK pengangkatan sebagai kepala dinas.

"Ini uang saya pribadi. Jaminan SK kepala dinas saya di bank. Saya bingung karena Prio ( kepala Dinas PUPR) berkali-kali telpon saya agar memberikan uang. Tasdi juga atasan kami," ucap dia.

"Saya tidak berharap uang itu kembali. Uang untuk apa tidak tahu. Yang saya tahu untuk mobil operasional lain," ujar dia.

Upaya menggadaikan SK juga ternyata dilakukan Kepala Dinas Penanaman Modal Satya Giri, dalam keterangan yang dibacakan jaksa KPK. Giri menyerahkan uang Rp 2,5 juta.

Setelah dilantik sebagai kepala dinas, Giri juga memberi uang Rp 50 juta.

"Uang Rp 50 juta berasal dari pinjaman bank," ucap jaksa KPK.

Tasdi sendiri tidak keberatan atas keterangan saksi yang dihadirkan. Seusai sidang, dia mengaku bahwa uang dari bawahannya bukan untuk dirinya, melainkan untuk membeli mobil operasional partainya bernaung, PDI-P.

"Jadi bukan untuk saya, uang Rp 50 juga dari Pak Najib, Pak Giri itu untuk belimobil operasional DPC," ucap mantan Kepala DPC PDI-P Purbalingga ini.

Bupati Purbalingga Tunjukkan Salam Metal

Bupati Purbalingga nonaktif Tasdi kembali menunjukkan hal menarik seusai sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (28/11/2018). Tasdi kembali memamerkan 'salam metal' tiga jari.

Fenomena salam metal dari Tasdi sebelumnya diperlihatkan ketika ia hendak ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Juni 2018 lalu.

Tasdi menegaskan, bahwa salam metal adalah bukti dirinya kader PDI-P.

"Saya itu ketua DPC PDI-P tiga kali. Masuk partai sejak 1987, sejak saya kelas 2 SMA," kata Tasdi, sembari mengepalkan salam metal di ruang sidang.

Tasdi yang terseret kasus suap dan gratifikasi ini berjanji akan tetap berada di partainya bernaung, meski saat ini tersangkut kasus korupsi.

"Saya tetap PDI-P. Makanya salam saya metal di KPK dulu, bukan karena menantang siapa pun. Meski saya kena masalah, saya tetap di PDI-P, saya bela partai, bela daerah, saya salah, saya bertanggung jawab," kata dia.

Dia mengatakan, salam metal yang ditunjukkan bukan untuk menentang partai, melainkan bentuk keloyalan terhadap partai.

"Saya tetap PDI-P dan Bu Megawati. Saya sudah 20 tahunan," ujar dia.

Tasdi didakwa menerima suap dan gratifikasi saat menjabat orang nomor satu di Purbalingga.

Dalam kasus suap, ia didakwa menerima Rp 115 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan dalam proyek pembangunan Islamic Center tahap 2, dengan nilai proyek Rp 22 miliar.

Sementara dalam kasus gratifikasi, dia didakwa menerima uang Rp 1,465 miliar dan 20.000 dollar AS.

Tasdi dijerat dengan dakwaan yang disusun secara akumulatif, yaitu Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan diganti menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tasdi Ucapkan Terima Kasih

Bupati Purbalingga nonaktif Tasdi mengucapkan terima kasih atas operasi tangkap tangan yang dilakukan kepadanya.

OTT kepada Tasdi dilakukan 2,5 tahun setelah ia menjabat sebagai bupati.

"Kita terima kasih pada KPK. Berkat kejadian ini, kita diremkan. Jadi saya berterima kasih," kata Tasdi seusai sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (28/11/2018).

Lebih lanjut, Tasdi berdalih bahwa upaya KPK menyeretnya saat ini bisa membuatnya belajar untuk tidak melakukan kesalahan serupa di masa mendatang.

Ia mengakui bahwa perbuatannya memerintahkan dan menerima sejumlah uang suap dan gratifikasi sebagai kesalahan.

"Saya salah dan saya bertanggungjawab untuk itu. Jadi sebelum disidang di akhirat, saya disidang di dunia dulu, ya mengurangi dosa," tambahnya.

Dalam kasus ini, Tasdi mengklaim bahwa dia tidak menikmati uang suap maupun gratifikasi. Semua upaya yang dilakukan demi mewujudkan janji politiknya untuk partainya bernaung.

Tasdi mengatakan, praktik suap dan gratifikasi yang dia terima tidak untuk keperluan pribadinya. Semua dilakukan untuk kepentingan daerah dan kepentingan partai.

Menurutnya, hal itu adalah risiko ketika kepala daerah merangkap sebagai ketua partai di tingkat daerah.

"Sampai hari ini, saya tidak menikmati uang dari manapun, termasuk (uang iuran) dari Pak Utut, Pak Ganjar dan lainnya. Kita terima kasih KPK karena direm," tambahnya, dilansir tribunmedan.com.

"Saya berterimakasih pada KPK, saya apresiasi. Kalau tidak ada KPK, praktek ini akan jalan terus," pungkasnya. (*)

T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments