Minggu, 05 Jan 2025
  • Home
  • Serbaserbi
  • Potensi Keuangan Syariah Dalam Pembiayaan Infrastruktur

Potensi Keuangan Syariah Dalam Pembiayaan Infrastruktur

Administrator Kamis, 02 Januari 2025 10:04 WIB


Oleh  : Tatik Haryani.
Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah
Institut Negeri Junjungan Bengkalis



*POTENSI KEUANGAN SYARIAH DALAM PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

                    Infrastruktur merupakan pondasi dasar dalam pertumbuhan ekonomi. Penyediaan infrastruktur demi pemenuhan kebutuhan publik memiliki banyak tantangan, utamanya adalah keterbatasan anggaran pembangunan yang dapat dirinci diantaranya menjadi biaya persiapan, biaya pembangunan, pemeliharaan, dan mekanisme operasionalnya.Tantangan ini pada dasarnya memastikan infrastruktur yang dibutuhkan dapat dipersiapkan, dibangun, dipelihara, dan dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan publik semaksimal mungkin. Namun, pertumbuhan aset industri keuangan syariah secara global bisa memberikan peluang bagi pengumpulan dana bagi pembiayaan infrastruktur. keuangan syariah yang dibangun berdasarkan landasan iman (aqidah), akhlak (akhlaq) dan solidaritas (ukhuwah) dapat melengkapi pembiayaan konvensional. Dengan landasan ini, keuangan syariah berpotensi menciptakan investasi yang berkelanjutan namun berisiko rendah. "Nilai-nilai yang tertanam dalam keuangan syariah harus diterapkan dengan benar, tidak hanya secara finansial namun juga bertanggung jawab secara moral," pengembangan produk yang terbatas menjadi salah satu kendala perkembangan perbankan syariah dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur. 

Pembiayaan infrastruktur umumnya memiliki karakteristik umum berikut : 

  1. Nilai Pembiayaan Yang (Amat) Besar : nilai pembiayaan infrastruktur bisa mencapai angka ratusan milyar bahkan trilyunan sehingga tidak semua bank atau Lembaga Keuangan memiliki lending capacity yang memadai 

  2. Jangka Waktu Pembiayaan Yang (Amat) Panjang : Proyek Infrastruktur sering memakan waktu pembangunan hingga lima tahun bahkan lebih, sehingga resiko ketidakpastian dan resiko dari cash flow gap amat besar 

  3. Agunan Yang Bernilai Besar Namun Tidak Likuid : Sekalipun ada agunan yang diberikan untuk pembiayaan infrastruktur, namun hampir pasti tidak likuid dan mudah untuk dicairkan apabila terjadi default di pembiayaannya 

  4. Memiliki Aspek Legalitas dan Perijinan Yang Kompleks : Infrastruktur yang dibangun dan akan dioperasikan selalu membutuhkan perijinan dan aspek legalitas yang rumit dan seringkali diperburuk dengan birokrasi yang pelik 

  5. Memiliki Keterkaitan Dengan Aspek Ekonomi, Politik dan Sosial : Seluruh proyek infrastruktur hampir pasti miliki keterkaitan erat dengan aspek ekonomi, politik dan sosial yang mengakibatkan resiko ketidakpastian dan resiko bisnisnya menjadi amat besar bahkan sering tergolong merugikan 

  6. Arus Kas Masuk Yang Tertunda (Deferred Cash In Flow) : Karena jangka waktu yang lama dan kerumitan birokrasi, mayoritas proyek infrastruktur memunculkan resiko kesenjangan arus kas yang sedemikian besar dan untuk jangka waktu lama sebelum mulai memberikan pendapatan usaha.

                Urgensi skema pembiayaan syariah untuk pembangunan infrastruktur mulai dibutuhkan. Terlebih skema pembiayaan syariah yang dapat menawarkan nilai tambah lebih banyak dibandingkan pinjaman konvensional dalam meningkatkan kontribusi sektor keuangan syariah terhadap pembangunan infrastruktur nasional. Berdasarkan hal tersebut, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendorong pengembangan skema pembiayaan syariah untuk pembangunan infrastruktur, eksplorasi skema syariah yang mengakomodasi pendapatan selama konstruksi (revenue during construction) dan fasilitas dukungan pinjaman untuk pemenuhan kebutuhan dana tunai (cash deficiency support). 

            Eksplorasi skema syariah pembiayaan infrastruktur meliputi aspek-aspek ; 

  1. Bridging pendapatan selama konstruksi (revenue during construction) dan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan dana tunai (cash deficiency support) yang dapat mempergunakan akad Qardh dan tidak berdiri sendiri tetapi menjadi bagian dari suatu kerjasama dalam kerangka yang lebih besar. 

  2. Skema ijarah muntahiya bi tamlik-ijarah maushufah fi dzimmah (IMBT-IMFZ) : nasabah dan bank syariah memiliki sebuah aset bersama, dengan porsi kepemilikan nasabah berangsur meningkat dan porsi kepemilikan bank berangsur menurun seiring pembayaran cicilan oleh nasabah. Nasabah tidak perlu mencatat pembiayaan sebagai kewajiban, melainkan hanya mencatatkan beban sewa. Hal ini karena aset IMBT-IMFZ dicatat pada bank syariah dan akan dialihkan kepada nasabah di akhir periode. 

  3. Skema musyarakah mutanaqisah-ijarah maushufah fi dzimmah (MMQ-IMFZ) : Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Akad Al-Ijarah Al-Mausufah Fi Al-Dzimmah akad yang terdiri dari dua akad, yaitu akad ijarah dan akad salam. Akad Al-Ijarah Al-Mausufah Fi Al-Dzimmah adalah akad sewa-menyewa atas manfaat suatu barang (manfaat'ain) dan/atau jasa ('amal) yang pada saat akad hanya disebutkan sifat dan spesifikasinya (kuantitas dan kualitas) namun dengan harga (upah) yang dibayar tunai, sedangkan obyek sewa diserahkan pada waktu yang disepakati..

 Beberapa jenis pembiayaan syariah untuk infrastruktur, antara lain: 

  1. Pembiayaan sindikasi syariah 

Beberapa lembaga keuangan syariah bekerja sama untuk menawarkan dana kepada nasabah. Pembiayaan ini biasanya dilakukan untuk proyek besar seperti pembangunan infrastruktur. 

  1. Skema Build-Operate-Transfer (BOT) 

Pembiayaan infrastruktur jalan tol dengan sistem syariah yang dilakukan dalam bentuk sukuk. 

  1. KPBU syariah 

Skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha untuk penyediaan infrastruktur yang menggunakan sistem pembiayaan dengan mekanisme syariah. **


T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments