- Home
- antaranusa
- BBM satu Harga, Subsidi BBM Pertamina Bengkak
BBM satu Harga, Subsidi BBM Pertamina Bengkak
Sabtu, 01 Juni 2019 11:24 WIB
NASIONAL, - - Pemerintah telah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan menggantinya dengan skema penugasan sejak 2014. Namun, Namun subsidi malu-malu masih berlaku dan tahun ini nilainya melonjak gara-gara kebijakan populis "BBM satu harga".
Bukankah kebijakan BBM 1 harga itu pencitraan Pemerintah?
Dalam laporan keuangan tahunan Pertamina per 2018, BUMN energi tersebut mencetak laba bersih sebesar US$2,6 miliar atau setara Rp 37,2 triliun, atau turun 0,4% dari capaian 2017 sebesar US$2,7 miliar.
Namun harap dipahami, laba bersih tersebut merupakan laba bersih pencatatan (accrual) dan bukan laba bersih tunai, karena salah satu sumber laba bersih tersebut berasal dari penggantian biaya subsidi BBM oleh pemerintah yang statusnya masih menjadi piutang.
"Yang penting diakui dulu. Dibayarnya kapan, ya tergantung kondisi fiskal pemerintah," tutur Direktur Keuangan Pertamina Pahala N. Mansury dalam konferensi pers pada Jumat (31/5/2019) di Jakarta.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam laporan keuangan itu terdapat pos pendapatan lainnya senilai US$3,9 miliar, yang tidak ada pada laporan keuangan 2017. Alokasi ini tak lain adalah selisih harga jual BBM Premium dengan harga sebenarnya US$3,1 miliar (Rp 44 triliun).
Maklum saja, Pertamina sejak 2017 memang sudah ditugaskan untuk "menyulap" harga BBM jenis premium memiliki harga yang sama di seluruh pelosok Nusantara, meski biaya pengadaan dan distribusinya bisa berbeda jauh dan bahkan timpang antara Jawa dan Luar Jawa.
Pada 2017, penugasan tersebut sebenarnya sudah bermasalah secara finansial karena harga minyak mentah Brent, yang menjadi acuan Indonesia, terhitung naik 21% ke US$54,7 per barel. Rerata harga acuan minyak mentah Indonesia (ICP) pun berada di US$51,2/barel atau naik 28%.
Pada tahun lalu, kondisi kenaikan harga minyak kian parah dengan harga Brent pada level US$71,7 per barel, dan harga rerata ICP di level US$67,5/barel. Di tengah kondisi demikian, pemerintah mewajibkan Pertamina memasok kembali premium di Jawa, Madura, Bali (Jamali) lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 43 Tahun 2018 yang terbit tepat setahun yang lalu.
Perpres ini merupakan langkah mundur pengurangan subsidi BBM, karena sebelumnya pemerintah sukses "menghapus" premium dari 1.926 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jamali. Harap dicatat, data Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyebutkan Jamali menyumbang 65% konsumsi BBM premium, setara dengan 4,3 juta kiloliter. (CNBC/Ind/net/*).
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments