- Home
- antaranusa
- Serbaserbi Dokter Terawan, Brain flushing itu seperti menyemprot gorong-gorong aliran darah yang tersumbat
Serbaserbi Dokter Terawan, Brain flushing itu seperti menyemprot gorong-gorong aliran darah yang tersumbat
Administrator Sabtu, 14 April 2018 12:33 WIB
KESEHATAN, - “Datang digotong, pulang jalan kaki. Padahal [umur pasien] 95 tahun, dan itu kejadian riil tahun 2010 atau 2011.†Klaim itu diucapkan dokter Terawan Agus Putranto lewat wawancara dengan televisi swasta beberapa tahun silam saat isu ‘cuci otak’ dipersoalkan IDI.
Kini, berkat rekomendasi pemecatan dokter Terawan Agus Putranto oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), terungkit lagi pro-kontra soal metode Digital Substraction Angiography (DSA) dalam penanganan stroke oleh mantan tim dokter kepresidenanan itu. Gaungnya pun lebih luas berkat media sosial.
Metode DSA yang di tangan Terawan lebih dikenal sebagai cuci otak (brain flushing) menjadi perdebatan panjang, bahkan bertahun-tahun. Selama itu, ribuan orang telah melakukan cuci otak ke dokter Terawan yang berpraktik di RSPAD Gatot Subroto.
Dalam bahasa awam, brain flushing itu seperti menyemprot ‘gorong-gorong’ aliran darah yang tersumbat dengan air yang mengandung sodium chloride. Saat pembuluh darah tersebut lancar kembali, semua akan berubah dan jaringan sel berfungsi kembali.
Biayanya pun tak main-main, puluhan juta untuk tindakan DSA yang dikerjakan sekitar 25 menit di rumah sakit di Jakarta Pusat itu. Padahal, menurut Terawan biaya DSA bisa di bawah Rp 10 juta, tergantung perhitungan rumah sakit dan wilayah.
Di rumah sakit lain, seperti Rumah Sakit Gading Pluit, menawarkan dua pilihan, non-VIP dan VIP. Menurut petugas administratif yang tak mau disebut namanya, paket tindakan DSA non-VIP berbiaya Rp27,3 juta, belum termasuk biaya kamar, pemeriksaan lab dan rontgen kepala. Bila termasuk seluruhnya, akan memakan biaya sekitar Rp35 juta.
Untuk DSA kelas VIP, dikenakan tarif 35,2 juta, belum termasuk biaya kamar, pemeriksaan lab dan CT scan tengkorak kepala. Bila termasuk seluruhnya, akan memakan biaya sekitar Rp45 juta. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tarifnya sekitar Rp15 juta.
Saking populernya brain flushing dokter Terawan ini, membuat antrian jadwal tindakan DSA bisa sampai 2 bulan bahkan lebih, meskipun proses sampai pada penjadwalan tindakan hanya sehari.
Adapun alur untuk tindakan DSA di RSPAD Gatot Subroto adalah mendaftar di Poliklinik Paviliun Kartika, konsultasi dengan spesialis saraf sekaligus brain mapping di Cerebro Vascular Center (CVC), pemeriksaan MRI dan konsultasi dengan tim spesialis radiologi intervensi dokter Terawan di ruang konsultasi DSA. Setelah itu baru penjadwalan tindakan DSA.
Tak kurang dari tokoh-tokoh seperti Aburizal Bakrie, Try Sutrisno, AM Hendropriyono, Dahlan Iskan, Susilo Gambang Yudhoyono, hingga seniman Butet Kertaradjasa pernah merasakan ‘tangan dingin’ dokter yang menjadi Kepala RSPAD Gatot Subroto itu.
Dukungan pun mengalir setelah surat keputusan MKEK yang bersifat internal dan rahasia beredar ke publik. Bahkan SBY yang mengaku dekat secara personal dengan dokter Terawan membuat video sekitar 8 menit berisi dukungan dan cerita soal kehebatan dokter lulusan UGM itu.
Rekomendasi MKEK PB IDI sendiri seperti ketemu jalan buntu di tengah suara masyarakat yang menyerukan dukungan kepada Terawan. Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek pun tampak hati-hati mengambil keputusan, salah satunya karena kasusnya berkembang menjadi perbincangan dan perhatian luas publik.
“Pihak Kemenkes bersama pemangku kepentingan terkait akan segera mencari solusi terbaik atas metode Digital Substraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal dengan ‘cuci otak’ (brain flushing) ini,†tukas Nila.
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI Ilham Oetama Marsis menegaskan bahwa pihaknya merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode metode DSA dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan.
PB IDI pun menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu dan dokter Terawan masih berstatus sebagai anggota IDI.
Isu persaingan pun mencuat. Namun, Prof. IOM, panggilan akrab Ilham Oetama Marsis, segera menampik. Menurutnya profesi dokter sangat berbeda dengan profesi-profesi yang lain karena terikat oleh kode etik kedokteran.
“Karena itu, anggapan ada persaingan di antara kita itu yang mengakibatkan kehebohan. Padahal, tidak, karena kita punya kode etik kedokteran Indonesia. Ini upaya untuk memecah barisan IDI yang tadinya solid menjadi berbeda pendapat,†ujarnya.
Biaya Obat
Survei Sample Regristration System (SRS) pada 2014 di Indonesia menunjukkan bahwa stroke menjadi pembunuh utama setelah penyakit jantung koroner. Kedua penyakit timbul lebih karena ulah manusia sendiri, yakni kebiasaan hidup yang buruk.
Selain penyebab kematian, stroke juga juga sering menyebabkan kecacatan yang membuat biaya perawatannya bisa jadi jauh lebih tinggi. Selain stroke, sakit jantung, diabetes dan kanker juga tercatat sebagai penyakit berbiaya mahal.
Namun, bagi Salim Harris, Ketua Kelompok Studi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), biaya pengobatan penyakit stroke tidak mahal. Yang mahal, sebutnya, adalah karena komplikasi.
“Pengobatan stroke sumbatan biaya mahal itu untuk obat alteplase, obat penghancur bekuan darah dan obat untuk DSA pengambil bekuan darah. Namun kalau tidak dilakukan itu semua, tidak ada yang mahal, kecuali ada komplikasi,†kata Salim.
Komplikasi stroke yang utama yaitu radang paru-paru karena sering kali susah menelan atau infeksi ginjal, sehingga biayanya membengkak. Perawatan pasien stroke karena sumbatan pembuluh darah adalah lima hari.
Apabila memakai pengobatan alteplase atau trombolisis, pengobatan sampai 7 hari. “Karena dasar penelitiannya kita menunggu jangan sampai terjadi perdarahan sampai 2 hari.â€
Menurutnya, yang menentukan biaya adalah kondisi pasien. Pasien yang butuh menggunakan alteplase atau trombolisis, misalnya, membuat biaya jadi besar.
Contoh lain, pasien dalam kondisi sehat tetapi mempunyai kondisi aneurisma pecah di otaknya, maka harus dilakukan coiling dengan DSA. “Coil-nya saja harganya ratusan juta. Kalau pakainya dua atau tiga bisa mungkin Rp25 juta-Rp50 juta.â€
Selain stroke, penanganan kanker juga masih sangat mahal. Besarnya biaya penanganan kanker yang direalisasikan lewat BPJS Kesehatan berada pada angka Rp2 triliun pada 2017, di luar dari leukemia.
Sampai-sampai, Dirut Rumah Sakit Kanker Nasional Dharmais Abdul Kadirmengatakan bila seseorang divonis menderita kanker, maka dia langsung jatuh miskin karena begitu mahalnya biaya pengobatan dan perawatan.
“Secara total, biayanya Rp300 juta sampai Rp400 juta. Bisa dibayangkan, kalau ada masyarakat kita yang menderita kanker, meskipun ekonominya menengah, kalau kena kanker, langsung jatuh miskin,†katanya.
Menurut internist hematology-medical oncology (consultant) MRCCC Siloam Hospitals Semanggi Jeffry B. Tenggara, obat menjadi salah satu alasan mahalnya penanganan kanker.
“Kesulitan yang mungkin cukup sering kita hadapi bukan alat, tetapi obat. Banyak obat-obatan yang banyak dipakai di luar negeri tidak boleh digunakan di Indonesia hanya karena masalah registrasi BPOM,†ujarnya.
Contohnya, untuk penanganan kanker multiple myeloma menggunakan obat Talidomid. Namun, obat ini di Indonesia sampai saat ini tidak diperbolehkan karena dia belum teregistrasi di BPOM.
Namun, untuk obat-obatan yang penting atau yang sangat diperlukan hampir semua sudah ada di Indonesia. Untuk fasilitas pengobatan sudah hampir tidak ada bedanya dengan di luar negeri.
Meskipun begitu, obat kanker cukup mahal, sekali kemoterapi bisa Rp20 juta â€" Rp30 juta. “Bahkan ada beberapa yang satu kali kemo biayanya bisa sampai Rp100 juta. Nah ini, kan, mahal dan tidak ditanggung oleh BPJS.â€
Penentuan tarif pengobatan, lanjutnya, tidak bisa ditetapkan dokter melainkan kebijakan rumah sakit.
Jeffry berharap harga obat kanker di Indonesia bisa diturunkan. “Tergantung pemerintah itu bagaimana caranya, tetapi memang obat kanker ini amit-amit sekali harganya, kebangetan mahalnya.†Demikian dilansir lifestyle.bisnis. (*).
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments