Minggu, 20 Okt 2024

Tersebab Golput

Rabu, 03 April 2019 22:43 WIB
KEKALAHAN dalam kontestasi pada umumnya harus ada yang dipersalahkan. Kecenderungannya seperti itu. Dimana-mana. Apatah lagi pilpres. Jatah menyalahkan penyelenggara biasanya diambil oposisi.

Sementara di sisi petahana mencari jalan lain: campur tangan pihak luar, dan merasa diserang isu-isu yang tidak substansi menjadi jatahnya petahana. Dihembuskan sebelum dan sesudah laga berlangsung.

Jika sebelum tarung, maka tujuannya guna meraih simpati dan mempersempit kemungkinan itu terjadi. Namun jika usai tarung, maka tujuannya untuk menyampaikan ke publik bahwa pihaknya tidak layak kalah.
  
Namun untuk helat pilpres kali ini, Golongan putih (Golput) atau kelompok maupun individu masyarakat yang memutuskan untuk tidak memilih tampaknya akan dijadikan kambing hitam. Yang paling hitam. Oleh petahana. Di sisa-sisa waktu. 

Baik. Kita urai sebagian. Menko Polhukam Wiranto menyebut orang yang mengajak golput sebagai pengacau pemilu. Bisa dijerat dengan Undang - undang terorisme. Jika tidak bisa, undang-undang lain masih bisa. Ada UU ITE, atau UU KUHP.

Dilanjutkan dengan penyataan Ketum PDI-P, Megawati: Itu artinya tidak punya harga diri, kalau mau golput jangan jadi warga negara Indonesia. Kalau tidak mau memilih memangnya kalian hidup di mana. Golput, tetapi enak-enakan cari rezeki di Indonesia. 

Tidak tahu pasti pernyataan Wiranto dan Megawati itu apa maksudnya. Tapi dugaan saya: pertama, untuk meraih simpati, atau kedua, mempersempit kemungkinan Golput besar-besaran itu terjadi. Jika alasan karena yang ke dua, maka aroma kekalahan sudah terasa menyengat. 

Ini dibaca lembaga survei Indo Barometer sebagai guncangan dan pertanda tidak percaya dirinya kubu 01. Dan Golput ini dijadikan lembaga survei tersebut sebagai penyebab jika nanti Jokowi-Ma'aruf kalah. Kata penelitinya: Kalau golput itu yang dirugikan Jokowi. Karena pemilih Jokowi ini, kunci untuk bisa membatalkan kemenangan beliau adalah golput itu sendiri. Apa lagi terang dia, jika angka Golput pendukung Jokowi-Ma'aruf capai 40 persen.

Saya agak geli membaca pernyataan terakhir: Golput pendukung Jokowi-Ma'aruf. Bagaimana mungkin seorang Golput menjadi pendukung. Jelas ia terpisah dengan semua kontestan. Tapi kalau seseorang menjadi pendukung, maka ia melekat pada salah satu kontestan. Tidak bisa disematkan dengan kata Golput.

Bayang-bayang Golput memang tidak bisa disangkal akan menjadi momok. Golput pipres tahun 2014 mencapai 30 persen pemilih yang terdaftar di DPT. Berlalu empat tahun, tidak ada yang bisa memastikan tahun ini bisa berkurang. Bisa jadi bertambah. Tapi dengan melihat respon Wiranto dan Megawati, sangat mungkin bertambah. 

Jika bertambah, maka ada akumulasi kekecewaan pada pemerintah yang berjalan. Ini yang dirisaukan penguasa: Yang dulunya Golput, mencari alternatif. Bagi lembaga survei, jika Jokowi-Ma'aruf kalah, masih ada alasan pamungkas. Golput biang keladi. Kami masih tetap ilmiah. Lebih kurang seperti itulah pembelaan mereka nantinya. 

Kalau seperti ini, rasanya kompetisi sudah selesai. Kubu 01 dan lembaga survei sudah menyicil sinyal-sinyal. Dan ternyata, ini juga sudah ditangkap oleh kubu 02: dengan menyampaikan gambaran kabinet pemerintahan baru yang akan dibentuk. Tabik. (*).

Oleh: Alwira Fanzary Indragiri
Ketua OKP Lingkar Anak Negeri Riau (LAN-R)
Wartawan
T#gs
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments