Jumat, 22 Nov 2024

Impor Migas

Administrator Rabu, 19 September 2018 12:54 WIB

pertamina

JAKARTA -- Pemerintah akan serius mengawal implementasi program biodiesel 20 persen (B-20) atau BBM jenis solar dengan campuran 20 persen minyak sawit. Program ini diyakini dapat menekan impor minyak dan gas (migas) yang menyebabkan neraca perdagangan Indonesia defisit.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, neraca perdagangan Indonesia defisit sebesar 1,02 miliar dolar AS pada Agustus 2018 gara-gara defisit sektor migas yang mencapai 1,66 miliar dolar AS. Padahal, sektor nonmigas sudah surplus 0,64 miliar dolar AS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui, defisit migas masih besar. Namun, dia yakin defisit akan berkurang pada September ini setelah diterapkannya program B-20.

"Kebijakan kita akan kelihatan hasilnya pada September yang akan diumumkan BPS di pertengahan Oktober," kata Darmin di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (17/9). Kemarin, Darmin bersama sejumlah menteri melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas neraca perdagangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, defisit perdagangan migas masih cukup tinggi sehingga menyebabkan neraca dagang defisit. Dia mengatakan, pemerintah akan memantau dan menghitung dampak dari program B-20 yang telah dijalankan sejak 1 September 2018.

"Untuk pelaksanaan B-20 dan kenaikan impor migas, terutama pada bulan sebelum dilaksanakan B-20, kita akan lihat apakah itu tren atau anomali," kata Sri.

Dari sisi neraca dagang nonmigas, Sri menyebut impor sudah menurun signifikan walau tingkat impor dari tahun ke tahun masih relatif tinggi. Selain itu, ia juga berharap ekspor bisa tumbuh lebih tinggi, mengingat pertumbuhan ekspor pada Agustus 2018 hanya sebesar 4,15 persen (yoy). "Itu, menurut saya, masih bisa ditingkatkan kembali," katanya.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, lonjakan harga minyak dunia sangat memengaruhi neraca perdagangan migas. Dia optimistis, serangkaian kebijakan yang telah diambil pemerintah dapat memperbaiki neraca perdagangan. "Impor minyak mentah diproyeksi menurun sejalan dengan upaya pemerintah meningkat kan penggunaan biodiesel," katanya.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, impor migas perlu mendapatkan perhatian pemerintah. Sebab, impor migas pada Agustus 2018 naik 14,5 persen menjadi 3,05 miliar dolar AS terhadap Juli 2018 (mtm). Jika dibandingkan Agustus 2017 (yoy), impor meningkat 51,43 persen.

Menurut Suhariyanto, dampak kebijakan pemerintah, seperti penerapan B-20 dan kebijakan pengendalian impor lainnya, baru akan terasa mulai September 2018. "Akan tetapi, nilai impor secara keseluruhan sudah turun," kata Suhariyanto.

Nilai impor Indonesia pada Agustus 2018 mencapai 16,84 miliar dolar AS atau turun 7,97 persen (mtm). Akan tetapi, terjadi peningkatan sebesar 24,65 persen (yoy).

Berdasarkan penggunaan barang, impor konsumsi pada Agustus 2018 mencapai 1,56 miliar dolar AS. Angka itu mengalami penurunan sebesar 9,19 persen secara bulanan, tetapi masih meningkat 30,21 persen tahun ke tahun. Impor bahan baku mencapai 12,66 miliar dolar AS atau turun 7,6 persen (mtm) dan mengalami peningkatan 24,58 persen (yoy).

Kemudian, impor barang modal mencapai 2,62 miliar do lar AS atau turun 8,98 persen (mtm) dan naik 21,92 persen (yoy). "Pekerjaan rumah untuk mengendalikan impor masih harus dilakukan," kata Suhariyanto.

Harga BBM Perlu Dinaikkan
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai persoalan yang menimpa neraca perdagangan Indonesia saat ini banyak disebabkan oleh kinerja neraca migas. Solusi jangka pendeknya, kata Fithra, adalah dengan memotong subsidi dan menaikkan harga BBM.

"Karena adanya peningkatan demand ini tidak merefleksikan kondisi harga, terutama harga minyak dunia yang sudah naik," kata Fithra.

Menurut Fithra, hal itu perlu dilakukan meski hanya bersifat sebagai penangkal sementara. Untuk mengatasi kinerja perda gangan secara keseluruhan, katanya, pemerintah tetap perlu memperbaiki kinerja industri pengolahan.

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) telah menyalurkan bahan bakar campuran biodiesel 20 persen (B-20) pada 69 terminal BBM sejak 1 September hingga 14 September 2018. Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo mengatakan, pada awal penerap an wajib penggunaan biodiesel 1 september 2018, pihaknya baru menyalurkan bahan bakar tersebut ke 60 terminal BBM.

"Alhamdulillah, hingga 14 September kemarin sudah ada tambahan sembilan terminal BBM lagi sehingga menjadi 69 terminal BBM yang menyalurkan B-20," katanya.

Tambahan sembilan terminal itu adalah di Cepu, Cilacap, Palopo, Bima, Reo, Kolaka, Tual, Badas, dan Ketapang. Sejak program mandatori B-20 di canangkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada 31 Agustus 2018, Perta mina telah melakukan berbagai lang kah untuk mendorong pencampuran FAME (fatty acid methyl eter) untuk bahan bakar PSO (subsidi) dan non-PSO.

Selain itu, Pertamina juga terus mengintensifkan pengawasan implementasi mandatori B-20. Menurut Gandhi, hingga 14 September 2018, Pertamina telah menggunakan FAME sebagai bahan campuran solar pada kisaran 159.988 kiloliter atau sekitar 39 persen dari alokasi bulanan. Jumlah tersebut terdiri atas FAME untuk PSO sebesar 116.422 kiloliter dan FAME un tuk NPSO 43.566 kiloliter. (ant/*)
T#gs Impor Migas
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments