Dividen Rp523,78 Miliar, Dividen BTN Terendah di Antara Bank BUMN
Administrator Sabtu, 24 Maret 2018 12:19 WIB
BISNIS, - PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) membagi dividen senilai Rp523,78 miliar, setara 20 persen dari laba bersih. Besaran dividen tersebut merupakan yang terkecil di antara bank pelat merah tercatat di Bursa, yang membagikan dividen 35-45 persen dari laba bersih.
Direktur BTN Iman Nugroho Soeko menjelaskan, rasio pemberian dividen dari laba tersebut (payout ratio) sebesar 20 persen sudah disetujui oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Rasio dividen yang terbilang kecil ini karena ekspansi kredit BTN yang ditargetkan lebih tinggi dibandingkan bank BUMN lainnya, yakni sekitar 21-23 persen.
"Dengan ekspansi kredit yang tinggi tentunya membutuhkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang tinggi pula sehingga harus lebih banyak laba yang ditahan," jelas dia di Jakarta, Jumat (17 Maret 2017).
Sedikit informasi, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi bank BUMN yang paling tinggi membagikan dividen, yaitu 45 persen dari laba bersih atau senilai Rp 6,21 triliun. Selanjutnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan dividen sebesar 40 persen dari laba bersih atau Rp 10,47 triliun. Terakhir, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan dividen 35 persen dari laba bersih atau senilai Rp 3,96 triliun.
Selain itu, menurut Iman, perolehan laba bersih tersebut lebih bernilai guna apabila tetap berada di BTN. Pasalnya, apabila dana tersebut dibagikan dalam bentuk dividen yang lebih besar bisa mengurangi return on equity (ROE) yang saat ini 18,3 persen, lebih besar dibandingkan BNI dan Bank Mandiri.
Kecukupan Modal
Iman melanjutkan, penguatan modal memang menjadi fokus utama perseroan. Tahun ini, CAR perseroan ditargetkan tidak bergeser dari 17,5 persen. Sementara sampai akhir 2016, CAR BTN berada di 20,3 persen.
"Setelah pembagian dividen, CAR berkurang 0,6 persen ke 19,7 persen. Akibat ekspansi kredit, CAR pasti turun. Namun, kami targetkan tidak jauh dari 17,5 persen," ungkap dia.
Selain menggunakan opsi laba ditahan untuk penguatan modal, perseroan juga menghimpun sumber pendanaan lain. Tahun ini, total pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp17 triliun. Adapun bentuk dari pendanaan tersebut adalah sekuritisasi, pinjaman bilateral, sertifikat deposito yang bisa diperdagangkan (negotiable certificate deposits/NCD) dan obligasi.
Pertama untuk sekuritisasi, menurut Iman, pihaknya akan menerbitkan sekitar Rp1,5 triliun. Dari nilai tersebut sekitar Rp1 triliun berbentuk sekuritisasi konvensional dan sisanya adalah syariah. â€Kami melakukan sekuritisasi dengan PT. SMF (Persero) sekitar bulan Februari ini,†ujar dia.
Selanjutnya, untuk pinjaman bilateral, pihaknya menggandeng Bank ICBC Indonesia dengan nilai Rp1 triliun, BNI sebesar Rp500 miliar dan PT. Bank Central Asia (BCA) Tbk sebesar Rp2 triliun.
â€Pinjaman bilateral itu lebih murah karena kami tidak harus bayar premi penjaminan LPS dan GWM sehingga cost-nya bisa lebih murah ketimbang kami mendapatkan pendanaan dari DPK,†jelas dia.
Sementara itu untuk opsi pendanaan lain seperti NCD, menurut Iman, akan diterbitkan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan pendanaan perseroan. "Untuk NCD, sudah kami terbitkan Rp1,73 triliun, Januari lalu," kata dia.
Sedangkan untuk penerbitkan obligasi, pihaknya berencana menerbitkan sebesar Rp10 triliun. Namun keseluruhan nilai tersebut tidak akan diterbitkan tahun ini, melainkan bertahap hingga tahun depan.
"Sekitar kuartal II-2017 kami berencana menerbitkan Rp3-5 triliun. Namun, bisa juga Rp3 triliun saja sesuai dengan kondisi pasar,†kata dia. (bar/net/*).
sumber: bareksa.
Berita Terkait
Komentar
0 Komentar
Silakan Login untuk memberikan komentar.
FB Comments